Kamis, 19 September 2013

Laporan dan Analisis Penelitian Komunikasi Politik



INTERVENSI MEDIA DALAM PANDANGAN KARNI ILYAS SEBAGAI KOMUNIKATOR POLITIK
(Analisis Fenomena Upaya Pencitraan Abu Rizal Bakrie dengan Pemanfaatan Media)

LAPORAN DAN ANALISIS PENELITIAN
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Pengganti Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Komunikasi Politik
Dosen : Dr. Fisher Zulkarnaen, M.Ag.
Ass. Dosen : Rusmulyadi, M.Si



Disusun oleh :
Fitri Lestari
(1211405054)


ILMU KOMUNIKASI PROGRAM STUDI JURNALISTIK
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2013


KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Assalamualaikum wr. wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan segala rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Karena hanya dengan berkat rahmat dan hidayah-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan laporan dan analisis penelitian mata kuliah Komunikasi Politik yang berjudul “Intervensi Media dalam Pandangan Karni Ilyas sebagai Komunikator Politik” (Analisis Fenomena Upaya Pencitraan Abu Rizal Bakrie dengan Pemanfaatan Media).

Adapun tujuan dari penyusunan laporan dan analisis penelitian ini adalah untuk memenuhi tugas pengganti Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Komunikasi Politik. Dengan selesainya laporan dan analisis penelitian ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu pada proses penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Penulis menyadari bahwa laporan dan analisis ini jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar dapat menjadi acuan untuk dapat membuat laporan dan analisis selanjutnya yang jauh lebih baik.
Wassalamualaikum wr. wb.
      

  Bandung, Mei 2013


Penulis








DAFTAR ISI
Kata Pengantar__________________________________________________ i
Daftar Isi_______________________________________________________ ii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang_____________________________________________ 1  
I.2 Rumusan Masalah___________________________________________ 2
I.3 Tujuan Penelitian____________________________________________ 2
I.4 Manfaat Penelitian__________________________________________ 3
BAB II HASIL PENELITIAN
II.1 Kerangka Teori____________________________________________ 4
II.2 Hasil Penelitian____________________________________________ 6               
II.3 Pembahasan_______________________________________________ 8
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan_______________________________________________ 10
III.2 Saran____________________________________________________ 10
DAFTAR PUSTAKA____________________________________________ 11


BAB I
PENDAHULUAN

I.1.  Latar Belakang Masalah
Dunia politik merupakan dunia yang kompleks, bahasannya selalu menjadi pembicaraan hangat masyarakat. Politik seolah tak kunjung padam dari pemberitaan media. Salah satu yang faktornya adalah karena semakin banyaknya isu dan kasus yang mendera pejabat pemerintahan, praktisi partai politik dan segenap pemegang kursi parlemen.
Media dalam totalitasnya telah melakukan tugasnya menjadi penyampai pesan dari sumber berita kepada khalayak. Khususnya dalam kajian hukum, disebutlah Karni Ilyas seorang Jurnalis televisi yang telah malang melintang di dunia kewartawanan hingga puluhan tahun. Bahkan sampai saat ini, ia masih aktif bergelut di bidang yang sangat dicintainya tersebut.
Perjalanan seorang Karni Ilyas dari seorang wartawan hingga menjabat sebagai pemimpin redaksi di berbagai program berita, membuat kemampuannya semakin terasah. Sebagai komunikator politik dari kalangan profesional (jurnalis), sikap kritis dan skeptisnya semakin terlihat untuk terus menelusuri kasus hukum sebagai upayanya dalam mengungkap fakta yang adil dan berimbang.
Karni Ilyas dengan profesinya sebagai jurnalis (dalam hal ini komunikator politik) merupakan sosok yang kredibel dibidang tersebut. Waktu 40 tahun dengan prestasinya yang tak bisa terhitung, sudah layak baginya dikatakan sebagai jurnalis profesional. Selama menjadi jurnalis, tentunya ia menemukan berbagai polemik tentang bagaimana sesungguhnya realita negeri ini yang menginduk pada sistem politik dan hukum Indonesia. Karni memiliki cerita sendiri tentang hal ini dalam posisinya sebagai seorang jurnalis.
Selama ia menggeluti karirnya, Karni tak lepas dari sebuah problematika yang menjurus pada  tantangan berbau intervensi. Profesinya kini sebagai presenter di salah satu program acara tvOne. Sang pemilik media, Abu Rizal Bakrie atau yang lebih dikenal ARB rupanya tengah menjaga dan meningkatkan citra dirinya sebagai calon presiden periode mendatang lewat otoritas dan intervensinya sebagai penguasa media.
Atas dasar fenomena tersebut, problematika intervensi yang dihadapi oleh Karni kiranya akan menarik jika dibahas. Alasan penulis mengangkat sosok Karni, karena selain  ia  menjadi objek intervensi, penulis menilai beliau memiliki pengalaman banyak tentang jurnalistik begitupun dengan realita intervensi media. Maka dari itu, tema yang akan jadi topik bahasan pada penelitian ini adalah “Intervensi Media dalam Pandangan Karni Ilyas sebagai Komunikator Politik” (Analisis Fenomena Upaya Pencitraan Abu Rizal Bakrie dengan Pemanfaatan Media).
I.2. Rumusan Masalah
     Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :
I.2.1 Sejauh mana  intervensi itu berkembang dan berpengaruh dalam aktivitas jurnalisme media?
I.2.2 Terkait Acara ILC yang dibawakan Karni di tvOne, mengapa ia tak pernah mebahas mengenai Lumpur Lapindo dan nyaris tak memojokkan nama Bakrie?
I.2.3  Bagaimana upaya Karni menghadapi krisis intervensi di media tersebut?
I.2.4 Bagaimana efektifitas intervensi media dalam kegiatan jurnalistik terhadap respon masyarakat?
I.3. Tujuan Penelitian
      Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
      I.3.1 Mengetahui tentang relita intervensi serta perkembangannya di media massa
      I.3.2 Mengetahui upaya jurnalis dalam menghadapi intervensi
          I.3.3 Mengetahui efektifitas intervensi media dalam kegiatan jurnalistik terhadap respon masyarakat.

I.4. Manfaat Peneltian
      Manfaat dari penelitian ini, di antaranya:
      I.4.1. Secara teoritis :
I.4.1.1. Dapat mengetahui tentang relita intervensi serta perkembangannya di media massa
      I.4.1.2. Dapat mengetahui upaya jurnalis dalam menghadapi intervensi
I.4.1.3. Dapat mengetahui efektifitas intervensi media dalam kegiatan jurnalistik terhadap respon masyarakat.
          I.4.2. Secara praktis :
          Dapat menerapkan pemahaman terkait intervensi media yang dilakukan pemerintah maupun pemilik dalam kehidupan bermedia maupun politik.













BAB II
HASIL PENELITIAN
II.1. Kerangka Teori
II.1.1. Komunikator Politik
Komunikator politik adalah orang atau sekelompok orang yang menyampaikan pesan politik yang biasanya berkaitan dengan kekuasaan pemerintah, kebijakan pemerintah, aturan pemerintah, kewenangan pemerintahyang bertujuan untuk mempengaruhi khalayak baik itu verbal atau non verbal. Menurut Nimmo (1989), mengkalsifikasikan komunikator utama dalam politik sebagai berikut:
a.       Politikus
Merupakan orang yang memegang jabatan pemerintah, tidak peduli apakah mereka dipilih, ditunjuk/pejabat karir. Dan tidak mengindahkan apakah jabatan itu eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
b.      Profesional
Yakni orang yang mencari nafkahnya dengan berkomunikasi, karena keahliannya berkomunikasi.
1)    Jurnalis
Karyawan organisasi berita yang menghubungkan sumber berita dengan khalayak. Mereka bisa mengatur para politikus dengan publik umum, menghubungkan publik umum dengan para pemimpin dan membantu menempatkan masalah dan peristiwa pada agenda diskusi publik.
2)    Promotor
Orang yang dibayar untuk mengajukan kepentingan langganan tertentu. Yang termasuk ke dalam promotor adalah agen publisitas tokoh masyarakat yang penting, personil hubungan masyarakat pada organisasi swasta atau pemerintah, sekretaris pers kepresidenan, dan lain sebagainya.
c.       Aktivis
Komunikator politik utama yang bertindak sebagia saluran organisasional dan interpersonal. Ia cukup terlibat baik dalam politik dan semiprofesional dalam komunikasi politik. Mewakili tuntutankeanggotaan suatu organisasi, melaporkan keputusan dan kebijakan pemerintahkepada anggota suatu organisasi.
Kriteria komunikator politik yang baik :
1.      Mengenal diri sendiri
2.      Kredibilitas (kepercayaan)
3.      Daya tarik
4.      Power (kekuatan)
II.1.2. Pesan Politik
Pesan politik adalah pesan-pesan yang disampaikan komunikator dalam rangka upayanya untuk :
·         Mencapai, mempertahankan dan memperbesar kekuasaan
·         Memepengaruhi orang lain agar bertindak sesuai dengan keinginan komunikator
·         Memperlihatkan atau menunjukkan kekuasaan.
II.1.3. Saluran Politik
Saluran politik atau saluran komunikasi politik adalah alat serta sarana yang memudahkan penyampaian pesan kepada khalayak yang dituju. Maka yang pertama-tama ditekankan ialah saluran manusia bagi politik.
Saluran komunikasi politik mencakup :
1.      Komunikasi Massa
Pesan yang dikomunikasi kepada sejumlah khalayak melalui media massa. Media massa tersebut meliputi : surat kabar, majalah, radio, televisi, maupun online.
2.      Komunikasi tatap muka
Contohnya seperti dalam rapat umum, konferensi pers, dan lain-lain
3.      Komunikasi interpersonal
Komunikasi politik yang dilakukan antar individu satu dengan individu lainnya.
4.      Komunikasi Organisasi
Komunikasi yang dilakukan di dalam lingkungan organisasi
II.1.4. Khalayak komunikasi politik
Khalayak adalah sejumlah orang yang heterogen, mereka menjadi khalayak komunikasi politik segera setelah mereka “mengkristal” menjadi opini publik. Hennesy (dalam Nasution 1990), berkenaan dengan pelapisan khalayak komunikasi politik, membedakan publik sebagai berikut: (adiprakosa.blogspot.com)
a)                   Publik umum (general public)
Publik umum terdiri dari hampir separuh penduduk, dalam kenyataannya jarang berkomunikasi dengan para pembuat kebijakan.
b)                  Publik yang penuh perhatian (the attentive public)
Sedangkan publik attentive merupakan khalayak yang menaruh perhatian terhadap diskusi-diskusi antar elit politik dan seringkali termobilisasi untuk bertindak dalam kaitan suatu permasalahan politik. Publik attentive merupakan khalayak utama (key audience) dalam komunikasi politik, karena lapisan publik inilah yang berperan sebagai saluran komunikasi antar pribadi dalam arus pesan timbal balik antara pemimpin politik dengan publik umum. Dengan kata lain, khalayak yang mempunyai perhatian itu merupakan lapisan masyarakat yang berkemauan untuk mengikuti dalam perkembangan politik yang berlangsung.
c)                   Elit opini dan kebijakan (the leadership public)
Elit opini dan kebijakan merupakan kalangan yang paling aktif minatnya dalam masalah kepemerintahan dan seringkali sebagai pelaku politik.
II.2. Hasil Penelitian
II.2.1. Profil Komunikator
                        Karni Ilyas, memulai karirnya sebagai wartawan harian Suara Karya pada tahun 1972. Ia kemudian pindah ke Majalah Tempo pada 1978, hingga majalah tersebut dibreidel pemerintah orde baru pada 21 Juni 1994. Jabatan terakhir Karni, Redaktur Pelaksana yang antara lain membawahi Rubrik Hukum. Karena itu, wajar jika hampir seluruh persoalan hukum di republik ini tidak penah lepas dari catatan Karni.
Pada 1991 ia diberi kepercayaan memimpin majalah hukum Forum Keadilan hingga 1999 sebagai Pemimpin Redaksi (dengan tetap merangkap sebagai Redaktur Pelaksana Majalah Tempo). Majalah Forum sempat menjadi referensi para praktisi hukum dan pengambil keputusan yang terkait dengan masalah hukum. Karni menorehkan catatan kritisnya terhadap persoalan hukum tanah air lewat rubrik Catatan Hukum (sudah dibukukan).
Era televisi pun datang. Karni meninggalkan media cetak beralih ke media elektronik, SCTV. Ia dipercaya memimpin Liputan 6 SCTV (1999-2005). Tampaknya, di televisi inilah Karni menemukan dunia baru yang ternyata luar biasa baginya. 
Ia terpacu ketika berhadapan dengan waktu tenggat berita yang bisa muncul setiap saat. Dunia baru inilah yang membuatnya memiliki jargon bahwa kekuatan televisi adalah kecepatan, kecepatan, dan kecepatan. Dalam tempo hanya enam tahun, Karni berhasil mengantarkan Liputan 6 SCTV menjadi program berita terkemuka di Tanah Air.
Kemudian Karni hijrah ke Antv tahun 2005. Berkat tangan dinginnya, banyak tayangan ekslusif lahir dari liputan dan ketajaman naluri kewartawanannya. Walaupun jabatannya Pemred, Karni tak segan-segan turun ke lapangan berbaur dengan reporter junior. Karni pula yang berhasil mengendus sekaligus melaporkan penggrebekan gembong teroris Dr. Azahari di Malang.
Tahun 2007, Karni dipercaya membenahi tvOne yang baru saja diambil alih keluarga Bakrie. Pada stasiun televisi yang semula bernama Lativi ini, Karni menjabat sebagai Direktur Pemberitaan atau Pemimpin Redaksi news dan sports.
Tak mudah mengubah image menjadi televisi berita. Namun sekali lagi, Karni Ilyas membuktikan kepiawaiannya. Hanya dalam tempo setahun, tvOne sudah mampu berdiri, dan diperhitungkan sebagai televisi berita terkemuka di negeri ini. Bahkan tvOne telah diakui pula sebagai TV Pemilu nomor wahid. Karni pun berhasil menggugurkan mitos bahwa sebuah berita tidak identik dengan kening berkerut. Ia adalah sebuah informasi yang bisa disajikan dengan menarik sehingga enak ditonton sembari menyeruput secangkir kopi.
II.2.2. Pesan Politik
                                    Selama bergelut di dunia jurnalistik, banyak hal yang Karni temui terkait tantangannya sebagai praktisi media, khususnya ketika ia terjun ke televisi tvOne. Terlebih lagi saat ini ia memandu acara Indonesia Lawyers Club (ILC) hingga saat ini. Salah satunya terkait intervensi media.
Di dalam bukunya yang baru saja terbit, Karni Ilyas, Lahir untuk Berita, oleh Fenty Effendy, Penerbit Buku Kompas, Oktober 2012,  di Bab: “Intervensi dari Mana-mana”, Karni berpendapat seperti ini :
“Saya sudah bekerja di banyak media, dan saya merasa tidak ada satu media pun yang tidak diintervensi. Intervensi itu bisa macam-macam. Bisa dari pemerintah, pemilik, temannya pemilik, teman sendiri, bahkan dari lingkungan tempat tinggal sebagai wartawan....”
Selanjutnya ia pun mengungkapkan demikian :
“Jadi kesimpulan saya,  di mana pun Anda, intervensi itu ada. Sekarang adalah bagaimana seorang jurnalis melakukan tawar-menawar untuk itu. Jangan mimpilah media itu bisa streril dari intervensi.
II.2.3. Saluran Politik
            Media atau saluran yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan politiknya adalah media internet  yang diambil dari buku biografi komunikator sendiri. Adapun media yang terlibat dalam fenomena yang dibahas adalah media televisi.
II.2.4. Khalayak Politik
Pada dasarnya khalayak yang menjadi sasaran komunikasi politik adalah khalayak secara umum, baik general publik, attentive publik, maupun leadership publik. 
II.3. Pembahasan
            Karni Ilyas dalam perannya sebagai jurnalis sebebas apapun ia menyampaikan aspirasi tetap saja ia masih ada di bawah naungan kekuasaan media. Abu Rizal Bakrie, sang pemilik media memanfaatkan media untuk menjaga dan meningkatkan citranya lewat para praktisi media.
Jika dikaji dari komunikasi politik, sebenarnya Abu Rizal Bakrie menggunakan media sebesar-besarnya untuk kepentingan politik dirinya, atau dalam istilah komunikasi politik disebut dengan back campaign. Back campaign termasuk salah satu bentuk pelanggaran yang seharusnya tidak dilakukan oleh komunikator politik untuk memasarkan politiknya.
Menurut Rahman Tolleng (pemimpin redaksi Harian Suara Karya ketika Karni melamar kerja), Karni Ilyas itu konsisten dalam pilihan hidup, atau panggilan hidupnya sebagai wartawan. Tolleng pun menganggapbahwa tidak banyak orang yang konsisten layaknya seorang Karni Ilyas.
Sebagai jurnalis yang hidup di zaman Soeharto hingga rezim Susilo Bambang Yudhoyono, ia merasakan persis bagaimana kuatnya otoritas intervensi dari pemerintah. Sejak ia bergelut di Harian Suara Karya, Forum Keadilan, SCTV hingga saat ini menjabat sebagai Direktur/Pemimpin Redaksi, intervensi itu menjadi hal yang biasa baginya.
Contohnya saja kasus Lapindo yang telah terjadi beberapa tahun lalu hingga saat ini nyaris tak pernah dibahas dalam acara “Indonesia Lawyers Club” di tvOne. Ia memilih absen untuk membahasnya. Karena ia berpikir, kasus tersebut apabila dibahas, berimbang seperti apapun tetap akan dianggap pemirsa bias. Seadil apapun hakim yang mengadili kerabatnya, akan tetapi hakim itu dianggap berpihak. Karena itu hakim harus mundur dalam perkara yang menyangkut kerabatnya.
Karni menganggap intervensi akan selalu ada kaitannya dalam media. Ia menghadapi fenomena ini layaknya air mengalir, menjalani saja apa yang terjadi. Kalau masyarakat menginginkan media itu steril dari intervensi, kiranya itu hanya mimpi belaka. Karena dalam hal ini, selain pemilik media, pemerintah pun aktif melakukan intervensi terhadap media. Pada dasarnya, Karni cukup bijak menghadapi hal ini.
Jika menilik pada efektifitas komunikasi, intervensi yang dilakukan oleh Abu Rizal Bakrie rupanya cukup berhasil. Terbukti dengan semakin dikenalnya sosok Bakrie di tengah masyarakat dengan julukan ARB-nya dan citra positif partai Golkar. Tak dapat dipungkiri lagi, intervensi media sangat membantu menjaga, meningkatkan bahkan memperbaiki citra seseorang ataupun organisasi.
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
            Intervensi (campur tangan) media dalam realitanya sudah terjadi sejak lama. Apalagi kaitannya dengan masalah politik, seketika itu pula intervensi menjadi lebih rumit lagi. Terkait dengan pencitraan yang dibangun oleh beberapa atau sekelompok kepentingan, rupanya para politisi berlomba-lomba mendapatkan image yang baik di mata masyarakat.
Seperti yang dipikirkan Karni, jika ada kasus yang subjeknya menyerempet ke pemilik media apabila dibahas, berimbang seperti apapun tetap akan dianggap pemirsa bias. Seadil apapun hakim yang mengadili kerabatnya, akan tetapi hakim itu dianggap berpihak. Karena itu hakim harus mundur dalam perkara yang menyangkut kerabatnya.
Inilah salah satu bukti bahwa memang segala sesuatu itu sulit dari kata ideal. Sekalipun ada istilah “idealisme media massa”, tetap saja tidak akan terbentuk dan terealisasikan jika di dalamnya masih ada motif kepentingan. Karni menganggap intervensi akan selalu ada kaitannya dalam media. Ia menghadapi fenomena ini layaknya air mengalir, menjalani saja apa yang terjadi. Kalau masyarakat menginginkan media itu steril dari intervensi, kiranya itu hanya mimpi belaka. Karena dalam hal ini, selain pemilik media, pemerintah pun aktif melakukan intervensi terhadap media. Pada dasarnya, Karni cukup bijak menghadapi hal ini.
III.2. Saran
            Seperti yang telah disinggung sebelumnya, intervensi media pada dasarnya adalah krisis yang sudah tak asing di Indonesia. Mungkin masyarakat masih banyak yang belum mengetahui dan menyadari hal ini. Namun dampaknya masyarakatlah yang menjadi sasaran.
            Jika menginginkan intervensi itu dihapuskan, mustahil sepertinya. Mungkin yang bisa dilakukan adalah mengikis intervensi tersebut, walaupun tidak akan sampai pada titik dimana intervensi itu bisa benar-benar tidak ada, baik di lingkungan media, pemerintahan maupun yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro, dkk. 2012. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
Effendy, Fenty. 2012. Karni Ilyas, Lahir untuk Berita. Jakarta : Kompas Media Nusantara
Munanjar, Ferdi, dkk. 2013. Makalah Khalayak Komunikasi Politik. Bandung : UIN Sunan Gunung Djati.
Nimmo, Dan. 2010. Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
http://adiprakosa.blogspot.com/2010/04/kompol7.html (diakses pada tanggal 11-03-2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar